Sabtu, 11 Juni 2016

Toa Yang Memaksa ‪#‎asukluruk‬


Alhamdulillah, makan sahur seadanya dan secukupnya. Hari ketujuh berpuasa. Seperti sebelumnya aku duduk di teras depan rumah. Kali ini menghadap keutara yang artinya aku melihat lorong samping rumah. Lorong sepanjang kurang lebih seratus meter. Terlihat remang.
Sementara kubah masjid terlihat lamat-lamat. Di bawah kubah ada dua lampu sudut kanan dan kiri serta satu speaker toa. Sedikit menghadap ke rumah kami. Kemudian saya paham kejadian semalam. Rupanya speaker masjid itu sedikit menghadap ke rumah kami. Ya memang pasnya begitu, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, harus begitu speaker nya biar pas posisinya. Menyesuaikan bentuk kubah biar pas.
Maka mau tidak mau biarpun sedikit tapi kami lah yang pasti mendapatkan jatah suara lebih banyak ketimbang yang lain ketika ada suara apa saja dari speaker itu. Entah adzan, entah qiroah, entah tadarus entah sholawatan, entah pengumuman, entah berita lelayu, entah panggilan rapat, entah lah….. Alhamdulillah.
Saya berfikir pasti mushola ini dibangun setelah adanya rumah ini, termasuk juga rumah tetangga. Maka siapa saja harus menyesuaikan dengan mushola. Keberadaanya sebagai poros tengah kampung kami. Kami hanya berusaha menyesuaikan, menyesuaikan dengan keadaan, toh suara keras qiroah dan tadarus itu hanya rutin saat malam hari di bulan yang konon suci. Bulan ramadhan.
Aku berfikir tentang itu, ya batasan waktu tadarus menggunakan speaker itu mestinya jam 10 malam. Melebihi itu sepertinya akan berimbas kepada kuping yang terlalu over mendengar suara keras. Meskipun itu kalimatullah. Jangan memaksakan apapun kepada orang meskipun itu kebaikan. Speaker itu memaksa. Memaksa sebagian manusia untuk mendengar. Apa sebagian kita juga baik karena terpaksa? Ya. Memaksa. PASTI.

Kendal 7 Ramadhan 1437 Hijriyah
12/06/2016

Tidak ada komentar: