Dua hari ini, kurasan emosi begitu menyedot energy. Sabtu,
sebagai manusia lumrah jika merasakan panic, was-was dan marah. Sebagai orang
tua, ayah dari anak yang sudah jelas pasti sangat mencintai keluarga. Aku panic
karena anakku diajak sama Simbah dan Budenya, belanja di pasar weleri. Dari jam
9.30 sampai jam 15.00 belum pulang. Sementara mereka tidak membawa Hp.
Dalam kepanikan, saya mondar-mandir saja dalam rumah,
kedepan kebelakang, kekamar keluar kamar, muter-muter. Nongkrong di teras
rumah, masuk kedalam, keluar lagi. Tiap ada suara motor Honda matik,
harap-harap cemas semoga itu mereka pulang.
Isteriku menyuruhku tidur, semakin dia menyuruhku tenang,
semakin aku ngomal-ngomel. Panic akut. Sampai jelang ashar , isteriku
mengusulka untuk menyusul mereka. Langsung aku jawab, Sepakat. Tanpa piker panjang,
hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek, dan setelah memasukan jas hujan,
berangkatlah kami.
Belum jauh dari rumah, melihat keselatan, terlihat rona
hujan lebat. Sepanjang jalan isteriku diam saja mendengarkan omelanku, pelepas
kepanikan. Opo blanjane ntek rong milyar, ko di pasar sampai setengah hari. Apa
blonjone akeh?
Perhitungane nek membeli baju satu baju cukup waktu 20
menit, lima menit pertama mengamati, memeriksa 15 menit selanjutnya
nyang-nyangan dan membayar. Apa belanja baju banyak sekali?
Nek lunga ngejak anak mbok selain hari sabtu dan minggu,
mengingat aku liburnya pada dua hari itu. Biar aku bisa banyak waktu bersama
anakku. Walah…….
Saat mau masuk jalan utama sendang kulon, huja deras datang,
kami berhenti dibawah pohon balinci, depan took kelontong samping kanan
pertigaan itu. Isteri yang memakai. Dompet hp dan lainnya aku serahkan padanya.
Sepanjang perjalanan menuju weleri, aku dan isteri
melihat-lihat sekelompok orang yang berteduh di kanan kiri jalan. Terutama di
tempat-tempat umum. Siapa tau disitu ada motor yang dikendarai mereka. Tidak ada
juga. Masuk ke pantura hujan semakin lebat. Aku meludah berulang kali, kekanan
dan kekiri, kadang juga kebawah dan jatuh di badan motorku. Maklum orang puasa
kan gitu, kalau kehujanan. Produksi air ludah meningkat dan mau menelan
khawatir mengurangi kekhusukan berpuasa. Entahlah.
Setiap kali berpapasan dengan kendaraan isteriku tampak
menyimak dan memperhatikan saksama. Masuk montong, mendekati pom bensin kami
berpapasan dengan mereka. Alhamdulillah. Mereka belum tau kalau kami menyusul
di belakang. Hingga kemudian lampu merah pertigaan sebelum weleri, aku berhenti
tepat disamping mereka.
Aku diam isteriku yang bebicara dengan ibunya. Aku mendenga
bahwa mereka tertahan hujan. Seorang bapak yang mengalami hal sama, tertahan
hujan di weleri mengatakan bahwa hujan turun dari jam 12.30 siang, sampai
sekarang belum reda.
Begitu masuk kecamatan rowosari, di Wonotenggang, hujan
mereda. Masuk Sendang hujan sudah reda sama sekali. Alhamdulillah. Pakaian basah,
ya sudahlah.
Intinya begini, manajemen waktu dan kalau bepergian bawalah
hp. Supaya bisa SMS atau telpon. Komunikasi itu penting. Atau buat update
status biar tau keadaan sekitar. Lha buat apa punya hp kalau fungsinya tidak
digunakan sebagaimana mestinya?
Yah pengalaman ini, membuatku berpikir untuk sesering
mungkin update status. Sehingga orang bisa mengetahui posisiku dan bagaimana
situasainya. Itulah pentingnya Hp, paham?
Cinta itu butuh paket data. Ternyata…..
Salam seduluran.
Semarang, 20 Juni 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar