Minggu, 19 Juni 2016

Ayam, bukan kami kejam. ‪#‎asukluruk‬


Sahur seadanya dan secukupnya. Semalam, bakda maghrib, aku, isteri dan anakku, berjamaah sepakat memisahkan Sembilan ekor anak ayam dengan induknya. Ada rasa bersalah dalam hati. Ayam yang baru berusia kurang dari seminggu, masih butuh kehangatan dekapan induknya, harus berpisah.
Dari sudut anak ayam, kesembilannya berfikir, alangkah kejamnya saya. Aku yang menangkap mereka, kemudian memasukan anak ayam kedalam kardus, isteriku telah menyiapkannya. Kardus itu kami yang membuatnya, untuk memberi kehangatan dan kami kasih gantungan karena kardus tidak akan kami letakkan dibawah. Tapi kami gantung dekat lampu, agar ada kehangatan yang bisa dirasakan anak ayam itu.
Sembilan anak ayam yang masih baru menetas, kehangatan dan kasih sayan induknya sangat mereka butuhkan. Aku pisahkan mereka. Ada ketakutan, pasti. Terbukti saat mereka aku masukkan, cicit teriakan mencari kehangatan induknya terdengar ramai berai. Ada rasa tidak tega, tapi….!
Ah entahlah. Induk ayamnya? Induk ayam itu adalah hadiah dari mbah Buyut anakku di Banyumas sana. Ada tradisi memberikan anak ayam buat buyut. Seekor ayam betina, yang bisa beranak pinak. Alhamdulillah. Induk ayam ini sudah menetaskan beberapa ekor ayam, bahkan keturunan dari induk ayam inilah, yang beberapa waktu lalu digunakan sebagai ingkung slametan, pernikahan Mbok Rondo dengan Pria yang juga sudah duda, jumat sebelum ramadhan.
Induk ayam ini pasti berfikir saya adalah manusia kejam, tidak berperi kebinatangan. Susah payah mengerami, berhari-hari puasa demi bisa memperoleh suhu badan panas yang sesuai dengan ketentuan yang Allah tentukan, agar telor bisa berubah menjadi anak ayam. Kini dia harus rela berpisah dengan Sembilan anaknya. Entah dia menghitung atau tidak, tapi ketika ada satu diantara Sembilan itu tercerai maka, induk ayam pasti akan panik. Maaf…
Kami tidak kejam, Yam, ayam. Justeri inilah ekpresi dan bentuk kasih saying kami kepada kalian. Induk ayam, maafkan kami, sekali lagi ini bukan kekejaman. Justeru kami kejam jika membiarkanmu begitu saja. Kamu masih bisa bertemu dengan anak-anakmu beberapa saat lagi, toh mereka lebih aman jika terpisah denganmu, yakinlah.
Anak-anak ayam, maafkan kami, kalian harus hidup terpisah dengan induk kalian. Bukan berarti kalian terpisah lama, ketika kalian sudah cukup usia, kami akan melepaskan kalian. Percayalah. Kalian bisa selalu bersama. Berkumpul menempel dan saling memberi kehangatan satu sama lain. Pasti bisa.
Tikus. Semua adalah katrena ulah si tikus. Dia telah mengambil delapan dari Sembilan ekor anak ayam yang baru menetas juga. Tikus bukan saja lambing korupsi dengan bentuk yang menjijikkan, tapi kelakuannya adalah kekejaman yang nyata. Tikus telah membunuh dan memakan delapan anak ayam dari induk lain. Kini induk ayam iu juga sedang erana menderita karena kehilangan anak-anaknya. Pasti.
Demi menyelamatkan Sembilan ekor anak ayam yang baru menetas itu, aku memisahkannya. Isteriku sudah membeli pakan. Kami yang akan membantu memberi makan dengan Voor (Pur). Meskipun kami tidak bisa memberikan kasih sayang, seperti kasih sayang dari induk ayam. Namun minimal mereka terbebas dari ancaman maut Tikus laknatullah alaihi.
Anak-anak ayam yang jumlahnya Sembilan ini, punya hak hidup dan hak menjalani takdir dan fungsi mereka sebagai ayam. Semoga.
Kyai Suwung Haryo Waskito
Kendal, 12 Ramadhan 1437 Hijriyah. (17/6/2016)

Tidak ada komentar: