Selasa, 28 Juni 2016

KEPASTIAN YANG PASTI #jagonggong



"Jika suatu masa kelak kamu tidak lagi mendengar bunyi bising dan gelak tawa anak-anak riang di antara shaf - shaf sholat di masjid, maka sesungguhnya takut lah kalian akan kejatuhan generasi muda kalian masa itu"

PASTI
"Jika anakmu tidak pernah naik kepundakmu saat kamu sujud dalam sholatmu, bisa ditebak seperti apa kehidupan agamanya kelak"
PASTI
"Andaikan ada orang yang membentak anak-anak kecil yang berlarian dalam shaf sholat di mesjid, maka dia sedang ingin merusak kemesraan Allah dengan hamba-Nya"
PASTI
“Awalnya, anakmu menangis saat kau tinggal sujud pada sholat jamaah, jika ada yang marah, pasti dia tidak pernah memiliki anak yang ibadahnya hebat”
PASTI
“Anakmu mungkin berlarian kesana kemari dan ada saatnya dia berlari kearahmu, diantara shaf-shaf padahal kala itu kamu masih berdiri pada rokaat kedua jamaah sholat maghrib, dia berlari dan memanggilmu sambil tertawa keras “Ayaaaaah”  maka besar harapanmu kelak Si Anak akan mengalami hal yang sama dengan Anaknya”
PASTI
“Orang tua yang melarang anaknya bermain diantara shaf-shaf sholat jamaah di masjid, adalah orang tua yang sedang melarang anaknya belajar memahami”
PASTI
“Aku merasakan kemesraan Allah dengan hambanya, pada saat anakku memeluk aku dari belakang dan dia naik kepunggungku, dalam sujudku kepada Allah,  sambil tertawa gembira dan memanggilku Ayah kadang dia mencium pipiku, Subhanallooh”
PASTI

Anakmu, anakku, anak kita
Jagalah belajar mereka
Mereka adalah kita dimasa depan
Harus lebih baik

PASTI
  
Semarang, 29 Juni 2016

24 Ramadhan 1437 Hijriah 

Selasa, 21 Juni 2016

Mata Air Bulan suci



Banyumas Raya berduka, air mata mengalir begitu saja
Duka banjir atau longsor yang melanda
Semua mengeluh semua mengaduh, gaduh

Tuhan, kami mau apa, bagaimana?
Kami bisa apa terhadap kuasamu.

Ibu kami
Bapak kami
Nenek kami
Kakek kami

Anak kami
Perempuan kami
Semua dari kami
Banjir airmata Sederas banjir yang melanda

Saudara kami, disana dan disini mengalami
Airmata membanjir dibulan suci
Doa-doa melantun memanjat dinding dinding arsy
Semoga satu diantaranya menggetarkan-Nya

Slaman Slumun Slamet
Lebaran nanti bagaimana?
Semua berfikir
Sederas air mata mengalir
Sederas air yang membanjir.

Yoiku wong-wong ingkang menawi ketampan musibah, samya ngucap
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"
Saktemene kito sami kagunganipun Gusti Allah
lan marang Gusti Allah wangsul kita sami

Gusti…
We Love You………



Tugumuda 17 Ramadhan

22 Juni 2016

Minggu, 19 Juni 2016

Anak Macan Bukan Macan #asukluruk


Selama awal puasa ramadhan hingga pertengahan ini, aku nyaris agak jauh dari berkata-kata yang kata orang kotor. Dalam kondisi marah lho ya. Kalau dalam posisi bercanda, atau guyonan sepertinya beberapa kali. Konon tujuankau adalah menjaga puasaku. Tujuanku itu, berusaha memainkan puasa sebersih mungkin.
Tapi hari ke empat belas, pada waktu berbuka puasa, aku terpaksa berkata “Asu” bukan aku tunjukan kepada seseorang atau pribadi, tapi aku katakana “Asu” pada kelakuan buruk, perilaku buruk yang tidak terkendali. Ya aku iki ngasu-asu prilaku elek dudu ngasu-asu wonge. Wonge jelas menungsa. Perilakunya yang masih harus banyak diperbaiki. Agar tidak liar.
Isteriku yang sedang berbuka bersamaku, langsung pergi, sambil menangis. Menyesali kataku. Pada posisiku dia bisa saja bersabar. Menahan diri, karena alas an apa saja. Takut, takut kualat, takut apa saja. Sementara aku sebagai pria tentu tidak boleh lembek, harus kuat, meski kadang sedikit kasar dank eras. Lelaki memang harus begitu. Apa kata dunia jika lelaki sifatnya lembek dan takut pada sesuatu yang dianggapnya benar.
Ceitanya begini, jam 17.15 mendekati waktu berbuka wilayah Kendal. Penjual sate ayam, datang dan langsung memarkir kendaraan di samping mushola. Anakanak mulai berkerumun mengantri untuk membeli.
Anakku ambil uang untuk membeli sate. Uang seribu yang terdiri atas 100 rupiah yang diisolasi agar tidak tercerai berai. Dan 3 uang 500 rupiah. Dia segera berlari kearah penjual sate.
Aku menyusulnya. Sudah mengantri beberapa anak, termasuk si Bwoszki anak orang penting di kampong.  Dia bersama Doni sedang mengantri juga. Nah anakku, namanya juga anak-anak dia meletakkan uang seribu receh seratusan itu pada tempat tukang sate menyiapkan dan mengemas jualannya untuk disampaikan kepada pembeli. Nah tempatnya tidak datar aliar rada miring, sehinga uang yang ditaruh anakku menggelinding. Jatuh persis dihadapan Bwoszki. Santai dia ambil, kemudian “memegang erat” uang recehan seribu tadi. Sementara anakku sudah bermain bersama tantenya, yang juga kesitu untuk beli sate.
Uang aku minta. Namun dengan jawaban ketus, Bwoszki tidak memperbolehkan. Dipikirnya itu uang Doni. “Lho iku diwite raja”kataku. Penjual sate kepada Bwoszki mengatakan “Iku duite adike kae” tegasnya.
Wherrrr, oleh Bwoszki uang dibuang, dilemparkan. Mak blezzzz…… aku langsung naik pitam. Aku kendalikan diri, ah anak-anak. Dasar.  
Aku pegang tangan Bwoszki,” lho ko malah dibuang, iki duite Raja dudu duite Doni, ngawur ae” kataku agak keras.
Mendadak tanpa babibu Bwoszki memukuli aku, punggungku, perutku. Pertama sakit, kedua masih sakit, ketiga sakitnya berkurang, mungkin karena sudah capek, keempat aku sudah siap, aku biarkan saja. Bwoszki berhenti memukul dan menangis.
“Iki duite Raja dudu duite Doni” tegasku. Bwoszki berganti mencubit lenganku, sakit, perih dan panas. Cuk tenan rasane. Dari kejauhan kudengan isteriku berteriak, “Lagi opo masss” dia memperingatkanku dengan bahasanya.
Sementara cubitan berkali-kali, satu dantaranya membuat luka, berdarah di lenganku, Setan. Kemudian aku berfikir piye carane ben gak sakit, aku berfikir untuk membuat semacam hypnosis kepada diriku sendiri bahwa lenganku adalah batu yang keras. Aku ngotot pada lenganku kemudian dengan sedikit keras aku bilang pada Bwoszki. “Ayo maneh- maneh”kataku.
Mataku sedikit melotot sehingga, Bwoszki menghentikan aktivitasnya, mencubitku. Aku kemudian bermain dengan anakku yang menemukan jeruk bali mentah sebutir di teras rumah samping mushola. Sementara menunggu antrian sate.
Dari arah utara muncul Mupa yang mungkin mau membeli sesuatu di warung. Rupanya si Bwoszki masih belum puas memukulku, sehingga kemudian dia menendang Mupa. “Weih… Ngawur kowe, anak pejabat ko ngono….. ngawur, Loro.. negrti rak, anak pejabat tapi kelakuanmu koyok ngono, loro ngerti rak….”
Mupa ini orangnya underquality. Agak kurang genep, meskipun demikian, tidak semestinya Bwoszki menendangnya, kan tidak salah apa-apa. Jiancuk tenan cen Bwoszki.
Sejurus kemudian, maghrib datang, aku dan anakku pulang. Membaca doa minum eh anget, aku ambil makan berbuka secukupnya. Kemudian di depan TV isteriku juga sedang berbuka.
Tadi si Bwoszki memungut uang Raja, yang jatuh saat ditaruh di papan tukang sate. Lha tak jalok ko malah aku diantemi dijiwit sampe lecet.
Istriku menjawab, karan bocah.
Lha nek aku tok rak masalah lha kae mua, rak ngerti opo-opo ditendang. Iki nek diteruske, gak ana sing diwedeni, kaya apa gedine.
‘Sing penting anake dewe orak koyo ngono”. Jelas isteriku
“Memang koyok ngono wes porah” ibu mertuaku ikut menimpali.
“Lha iya memang awak dewe iki wong cilik, tapi nek gak bener ko dijorke wae Bwoszki iku keterlaluan. Asu-asu….”  Kataku begitu.
Isteriku kemudian terdiam, anakku sibuk bermain di ranjang. Semua diam dan tidak ada kata lagi. Isteriku tampak kehilangan selera makan. Semua diam. Dalam pikiran masing-masing. Aku menyudahi makan buka puasaku. Emosi masih agak tinggi.
Betapa kelakuan anak pejabat, anak orang terhormat, tidak bisa sopan santun kepada orang tua. Cara bicara, cara ngomongnya. Bukan dia yang hebat, dia belum apa-apa, dia hanya anak orang hebat. Dia hanya anak macan, yang macan itu ayahnya. Anak macan tidak takut pada singa dewasa, hanya karena ayahnya macan. Bahaya, kalau tidak ingat bahwa dia anak macan sudah diterkam si Singa. Semua orang begitu pola pikirnya.
Si Bwoszki kalau tidak karena penghormatan orang kepada orang tuanya, saya pastikan sudah akan banyak menerima hukuman dan umpatan dari warga. Seperti orang lain seusianya, atau orang lain yang kurang ajar sepertinya.
Yaaaa… Ingat bahwa anak macan bukan macan. Penghormatan yang diberikan itu pengormatan klise, jangan dipikir orang saying padamu. Berperilakukah sewajarnya. Anak pejabat bukan pejabat.
Aku tidak pernah kahwatir atau takut kepada siapapun itu. Termasuk pejabat, kyai, lurah, camat. Semua aku posisikan pada kodrah bahwa dia manusia. Merasa sakit juga jika dijiwit, merasa sakit jika dipukul. Aku tidak memukul karena jika dipukul aku merasakan sakit. Dan Gusti Allah Maha Adil dalam hal ini. PASTI. Ingat anak macan bukan macan. Baru calon macan, nek kopen dan nek tekan. Diancuk.








Emping

Alhamdulillah, sahur seadanya dan secukupnya.
Yang istimewa dari sahurku pagi ini adalah adanya lauk sepesial masakan isteriku. Emping Goreng bumbu royko. Aku seneng banget dengan emping. Entah kenapa dari kecil emping selalu mendapat tempat istimiwir di perut ini. Disamping karena dia mampu mengundang air lebih banyak untuk masuk ke perut, alias marake ngorong. Kudu ngombe sing akeh.
Sayure kangkung, karo lawuh ayam pemberian saudaraku Fatkurrozi (Lukito). Tadi malem buka bersama sedulur SKSD. Sebelum pulang saat aku mengambil bingkisan untuk aku antarkan ke si kembar yang yatim piatu itu. Fatkhur memberiku bungkusan lauk asobah dari buka bersama tadi. Matursuwun semoga berkah panjang umur.
Ada kesempatan untuk duduk di teras sambil orat-oret facebook. Sambil menikmati sebatang kretek filter. Duduk di jonggol mendengarkan suara tadarus bersautan, dari masjid ke masjid. Duduk meunggu waktu imsak.
Sesekali terdengar suara burung malam, burung entah apa, namun keluarnya jika malam hari. Dulu anakku sempat takut sekali dengan suara burung malam itu. Suara nyaring burung sesekali bersautan dengan suara kokok ayam jago. Indah sekali pagi ini. Mereka semua bertasbih mengagungkan sang khalik.
Aku teringat akan segitiga hitam, ya segitiga hitam. Nantikan dalam tulisan kumpulan hastag ‪#‎asukluruk‬.
Imsak datang, selamat berpuasa. I Love you semua….

Menanti Baik, Segitiga Hitam ‪#‎asuluruk‬


Alhamdulillah, sahur seadanya dan secukupnya.
Beberapa rentang waktu ini pikiranku agak terusik dengan segitiga hitam. Ada yang berfikir segitiga hitam itu celana dalam, atau sempak. Bukan. Segitiga hitam banyak muncul saat ramadhan. Kemunculan yang pelan dan perlahan. Awalnya sedikit sakit, bahkan perih. Namun lama kelamaan, terbiasa dan menjadi sangat biasa.
Ada yang sedih dan risih, ada pula yang sengaja menghadirkannya dalam penantian. Ya menantikan kemunculan segitiga hitam. Yang pasti bukan segitiga bermuda.
Ada yang berharap, ada pula yang tidak peduli. Bagi sebagian orang, dengan paham pemikiran tertentu, kemunculan segitiga hitam itu ditunggu. Bahkan diciptakan dengan cara-cara yang biasa, hanya saja, dengan pose dan penekanan lebih mendalam. Opo maneh iki…….
Segitiga hitam di jidat. Itu yang aku maksud.Sebagai efek banyak sujud. Dalam bahasa yang lebih religi "Simahum fii Wujuhihim Min Atsaris Sujud". Tanda tanda mereka di wajah-wajah mereka dari bekas-bekas sholat mereka.
Segitiga hitam sebagai min atsaris sujud tentu bisa dilihat oleh semua orang. Tanda dari jidat-jidat yang tidak mungkin ditutupi. Namun bisa dengan sengaja kita bikin, tidak dengan pulas poles atau cat yang kita tempel, tapi dengan sujud yang sedikit ditekan, lama dan menggunakan pose sujud tertentu. Jika sebagian besar berat badan tertumpu pada jidat maka dalam tempo dekat, segitiga hitam pasti terbentuk, pasti.
Nah lumrahnya sujud berat badan kita tumpu dengan telapak tangan, lutut dan ujung jari kaki. Namun dengan sedikit melepaskan tumpuan pada telapak tangan, tumpuan akan berpindah ke jidat. Cara ini efektif sekali menciptakan bekas sujud pada jidat. Orang jawa biasa menyebut bathuk.
Adanya tanda hitam bisa menjadi cara komunikasi yang baik, untuk menciptakan kesan baik kepada sesama. Lho kok begitu, iya karena akan berfikir. Oh orang ini sujudnya pasti mantap, sholatnya khusuk dan sering. Alhamdulillah dia orang baik. Pasti bukan koruptor, bukan pula pencuri sapi. Bukan lagidoyan main perempuan. Aaah sudahlah, dia orang baik.
Aaaah segitiga hitam…. Kehadiranmu dinanti untuk kesan baik yang mengiringi. Semoga baik dan ternyata konon BAIK SAJA TIDAK CUKUP. Wallohua’lam bi showab.
Kendal, 8 Ramadhan 1437 H
14 Juni 2016

KEBAIKAN YANG BAIK HARUS BAIK. ‪#‎asukluruk‬


Ya Arhama rohimin.
Taqobalaloohu mina waminkum
Hari kesembilan ramadhan tahun ini, sahur seadanya dan secukupnya. Jangan kacang dan tahu crypsi eh btw crypsi atau crispy, atau cripsi. Ah entahlah. Begitu jam empat pagi, aku duduk di teras depan rumah, memangdang langit. Kubawa segelas teh hangat dan sebutir jeruk manis dingin dari kulkas. Selang menulis beberapa paragraph aku lupa bawa udud. Alamat rak udud, aduuuuh.
Kumandang kalimah toyibah di langit-langit Kajen dan Nokerto terdengar bersautan dengan alunan qiroah, tadarus dan tarkhim. Semua keras, semua jelas sehingga menjadi paduan yang khas. Mbrebeg. Masuk juga ketelingaku suara kokok jago tetangga, di kanan maupun kiri, suara jangkrik, suara tangis anak tetangga.
Kearah utara, lorong gelap dengan lampu remang yang jauhnya sekitar 25 meter. Seekor kunang-kunang terbang, kekanan dan kekiri, berbalik, kedipnya hijau muda kekuningan. Ya kunang-kunang terbang dan kadang kukira hilang saat lampunya tidak menyala lama.
Sirine dan seruan imsak datang, masih belum mampu pikiranku focus pada satu tema yang akan menjadi fokus #asukluruk.
Begini, bahwa sudah menjadi ihwal lumrah bahwa semua pedagang di televisi menawarkan sorga versi mereka. Lho…? Ya saksikan tayangan TV dari pagi hingga pagi lagi, semua produk yang ditawarkan iklan, menawarkan puluhan, ratusan bahkan sejuta kebaikan. Baik itu iklan yang disampaikan oleh bintang iklan yang mendadak baik dan religious, oleh bintang iklan yang konon adalah ustad atau ustadzah, bintang iklan yang menjadi ustadz, ustadz yang menjadi bintang iklan, atau iklan yang dibintangi oleh pejabat, ah entahlah, semua produk menawarkan kebaikan-kebaikan khas ramadhan. Dilain waktu tidak, yakin tidak.
Dijaman ini, bintang iklan bisa menjadi ustadz, ustadz menjadi bintang iklan, pejabat menjadi bintang iklan, bahkan orangnya sudah meninggalpun iklannya masih ada, terus duitnya kemana gitu….. eh entahlah.
Produk minuman dan makanan terrutama yang paling parah menawarkan kebaikan, kalau kemudian meminum itu merupakan kebaikan, berarti meminum itu dapet pahala dong, berarti juga bisa membuat kita (cara gobloknya) masuk sorga. Wow…… apakah produk-produk itu sedang menawarkan sorga, atau minimal jalan ke sorga? Wow….. edan maneh iki.
Ini, bahwa pada jaman kanjeng nabi hal seperti ini tentu belum ada, kebaikan atau berbuat baik denga membeli produk ini. Jadi hanya dengan membeli produk ini, anda akan tercatat melakukan perbuatan baik, lha bayangkan saja, andai saya punya duit, terus produk dengan sejuta kebaikan itu saya borong semua, lho saya orang baik banget……
Lha terus yang memproduksi, yang menjadi karyawan pabrik, manajemen pabrik, bahkan pemilik pabrik, komisaris pengelola perusahaan, pemilik saham, lhah….. produknya saja menawarkan kebaikan, mereka?
Baik. Apakah ada kebaikan yang baik diproduksi oleh tangan-tangan yang tidak baik? Baiklah, maka kemudian kebaikan bisa dikatakan baik jika semua yang mejadi titik tolak awal adanya kebaikan adalah hal baik. Mumet?
Baiknya begini, jika betul itu produk membawa kebaikan, maka kebaikan itu dilakukan oleh orang baik, diproduksi oleh tangan-tangan baik, dilakukan dengan cara yang baik, dimodali dengan modal yang baik, dan dimiliki oleh orang yang baik, baiknya begitu agar bisa dikatakan baik. Iki jelas kakehan baik. Baik.
Sebab tidak mungkin barang baik bisa dikaakan baik jika disampaikan oleh orang tidak baik, misalnya produk ini baik dan membawa kebaikan dan ternyata yang menyampaikan adalah orang yang dibayar untuk acting baik. Ini tidak baik, dan seterusnya.
Ah ramadhan bulan baik, harus orang baik yang megatakannya, agar kita bisa percaya. Jangan percaya saya karena saya bukan orang baik. Saya akan baik jika anda percaya bahwa saya orang baik. Sebaiknya begitu. BAIK.
Kendal 15 Juni 2016.

Ayam, bukan kami kejam. ‪#‎asukluruk‬


Sahur seadanya dan secukupnya. Semalam, bakda maghrib, aku, isteri dan anakku, berjamaah sepakat memisahkan Sembilan ekor anak ayam dengan induknya. Ada rasa bersalah dalam hati. Ayam yang baru berusia kurang dari seminggu, masih butuh kehangatan dekapan induknya, harus berpisah.
Dari sudut anak ayam, kesembilannya berfikir, alangkah kejamnya saya. Aku yang menangkap mereka, kemudian memasukan anak ayam kedalam kardus, isteriku telah menyiapkannya. Kardus itu kami yang membuatnya, untuk memberi kehangatan dan kami kasih gantungan karena kardus tidak akan kami letakkan dibawah. Tapi kami gantung dekat lampu, agar ada kehangatan yang bisa dirasakan anak ayam itu.
Sembilan anak ayam yang masih baru menetas, kehangatan dan kasih sayan induknya sangat mereka butuhkan. Aku pisahkan mereka. Ada ketakutan, pasti. Terbukti saat mereka aku masukkan, cicit teriakan mencari kehangatan induknya terdengar ramai berai. Ada rasa tidak tega, tapi….!
Ah entahlah. Induk ayamnya? Induk ayam itu adalah hadiah dari mbah Buyut anakku di Banyumas sana. Ada tradisi memberikan anak ayam buat buyut. Seekor ayam betina, yang bisa beranak pinak. Alhamdulillah. Induk ayam ini sudah menetaskan beberapa ekor ayam, bahkan keturunan dari induk ayam inilah, yang beberapa waktu lalu digunakan sebagai ingkung slametan, pernikahan Mbok Rondo dengan Pria yang juga sudah duda, jumat sebelum ramadhan.
Induk ayam ini pasti berfikir saya adalah manusia kejam, tidak berperi kebinatangan. Susah payah mengerami, berhari-hari puasa demi bisa memperoleh suhu badan panas yang sesuai dengan ketentuan yang Allah tentukan, agar telor bisa berubah menjadi anak ayam. Kini dia harus rela berpisah dengan Sembilan anaknya. Entah dia menghitung atau tidak, tapi ketika ada satu diantara Sembilan itu tercerai maka, induk ayam pasti akan panik. Maaf…
Kami tidak kejam, Yam, ayam. Justeri inilah ekpresi dan bentuk kasih saying kami kepada kalian. Induk ayam, maafkan kami, sekali lagi ini bukan kekejaman. Justeru kami kejam jika membiarkanmu begitu saja. Kamu masih bisa bertemu dengan anak-anakmu beberapa saat lagi, toh mereka lebih aman jika terpisah denganmu, yakinlah.
Anak-anak ayam, maafkan kami, kalian harus hidup terpisah dengan induk kalian. Bukan berarti kalian terpisah lama, ketika kalian sudah cukup usia, kami akan melepaskan kalian. Percayalah. Kalian bisa selalu bersama. Berkumpul menempel dan saling memberi kehangatan satu sama lain. Pasti bisa.
Tikus. Semua adalah katrena ulah si tikus. Dia telah mengambil delapan dari Sembilan ekor anak ayam yang baru menetas juga. Tikus bukan saja lambing korupsi dengan bentuk yang menjijikkan, tapi kelakuannya adalah kekejaman yang nyata. Tikus telah membunuh dan memakan delapan anak ayam dari induk lain. Kini induk ayam iu juga sedang erana menderita karena kehilangan anak-anaknya. Pasti.
Demi menyelamatkan Sembilan ekor anak ayam yang baru menetas itu, aku memisahkannya. Isteriku sudah membeli pakan. Kami yang akan membantu memberi makan dengan Voor (Pur). Meskipun kami tidak bisa memberikan kasih sayang, seperti kasih sayang dari induk ayam. Namun minimal mereka terbebas dari ancaman maut Tikus laknatullah alaihi.
Anak-anak ayam yang jumlahnya Sembilan ini, punya hak hidup dan hak menjalani takdir dan fungsi mereka sebagai ayam. Semoga.
Kyai Suwung Haryo Waskito
Kendal, 12 Ramadhan 1437 Hijriyah. (17/6/2016)

JANGAN MENGIRA ‪#‎asukluruk‬

JANGAN MENGIRA ‪#‎asukluruk‬
inspired by Anggrahini Kd
Jangan mengira orang-orang yang tampak selalu senang hidupnya hanya berisi tawa. Jangan mengira orang-orang yang di sosial medianya ceria, hari-harinya tidak pernah muram durja.
Jangan mengira orang-orang yang tampak selalu muram durja hidupnya hanya tangis dan air mataa. Jangan mengira orang-orang yang di sosial medianya sedih dan sambat, hari-harinya tidak pernah senang.
Jangan mengira orang-orang yang tampak selalu senang hidupnya hanya berisi tawa. Jangan mengira orang-orang yang di sosial medianya ceria, hari-harinya tidak pernah muram durja.
Jangan mengira orang-orang yang tampak selalu muram durja hidupnya hanya tangis dan air mataa. Jangan mengira orang-orang yang di sosial medianya sedih dan sambat, hari-harinya tidak pernah senang.
Jangan mengira bahwa senang itu senang
Jangan mengira bahwa susah itu susah
Jangan mengira bahwa senang itu susah
Jangan mengira bahwa susah itu senang
Jangan mengira
Kalau hanya di dunia maya.
Jangaaaaaannnnn....
Tugumuda 17 Juni 2016

Islamisasi Yes, Arabisasi No

Islamisasi Yes, Arabisasi No,Aja kaya Kacang Lupa Kulitnya
‪#‎asukluruk‬ 13 Ramadhan 1437 H / 18 Juni 2016
Saur seadanya dan secukupnya. Sebelum keluar kedepan, teras rumah, memandang kubah musholah. Menatap langit dengan kerlip bintang, samar. Indosiar menayangkan seri Aksi, saya kurang suka dengan tayangan ini, bangun tidur usai ini itu dan mengambil makan sahur, yang aku cari adalah siaran langsung Euro di Prancis. Spanyol Vs Turki. Tidak perlu berfikir materi bagus atau jelek, tampan atau cantik, acting ketika harus tersingkir, komentar ini itu aaah
Sepak bola lebih pyur dalam menayangkan kerja keras dan usaha lari sana sini demi memasukkan bola kedalam gawang. Yaaa permainan lelaki satu ini memang joz, meski kini perempuan dengan isu gendernya, eh sejak dulu ding, ada juga yang main bola. Ya sadar atau tidak, mau atau tidak mau, bahkan setuju atau tidak setuju, olahraga sepakbola adalah olahraga pria. Sepakbola, tinju, basket, gulat. Ukurannya begini, permainan itu indah jika yang bemain pria. Iya to…. Coba kalau yang main sepakbola wanita, atau olah raga lainnya, pasti deh ada rasa yang kurang menarik. Ini versi saya lho, anda boleh tidak setuju.. mari berfikir.
Kembali ke jonggol, tadi itu di indosiar adalah Syarif, peserta Aksi Indosiar yang tampil menyampaikan materi kepahlawanan Hanoman. Jangan sampai kita sebagai manusia kalah dengan Hanoman. Saya berfikir, kapan ada kita bersaing dengan Hanoman? Wkwkwk goblok to saya, mikir itu semua. Ah ngapain juga.
mama Dedeh komentar bahwa sarif bagus menyampaikan wayang mengingat sebain penonton oranh jawa. wijayanto komen menyebit istilah arab yang di jawakan. inilah yang mmbut saya tehenyak sedikit melirik, menjadi tema dalam cerewet tulisan saya ini. wwwwwwwkkkkk.
Maksud saya begini, anda tau walisongo? Hahahah ini pertanyaan konyol. Jelas tau. Sebagian walisongo adalah warga asli jawa, sebagian lagi warga keturunan, atau naturalisasi. Anda tau bahwa walisongo, mengislamkan penduduk nusantara dengan pendekatan budaya kata orang akademik disebut sebagai akulturasi.
Sunan bonag menciptakan gending, gamelan wayang dan sebagaina sebagai sarana dakwahnya. Sunan kalijogo menciptakan tokoh wayang dan lagu-lagu jawa sebagai wasilatutdakwah. Konon masyarakat disuguhi pertunjukan wayang dalam area masjid. Oleh sunan Kalijogo, Siapa saja boleh masuk dan melihat pertunjukan asal dengan kesadarannya mereka bersuci kemudian membaca dua kalimah shahadat. Baru setelahnya, masyarakat dikasih materi keislaman.
Nenek moyang kita, masuk islam dengan cara-cara dan pendekatan budaya. Tidak memaksa dan tertarik mengingat islam disampaikan dengan cara yang simpatik. Konon begitu.
Sekarang? Ah beda jaman, budaya juga sudah bergeser. Akulturasi sudah berubah warna dan corak. Yang sudah banyak ditinggalkan. Konon katanya masjid-masjid sudah berubah dari masjid jawa ke masjid versi timur tengah. Entahlah
.
Teringat pernyataan pemipin grup sholawat dari salatiga, yang menyampaikan kekhawatirannya bahwa masyarakat islam di jawa tengah, jawa timur atau jawa barat, kemudian menjadi mengharamkan atau menjauhi gending, gamelan, kendang, bonang, slenthem, rebab, gong, saron calung dan sebaginya. Karena semua alat-alat gamelan tadi diharamkan oleh syeh atau ustadz timur tengah. Bwah……
Mereka warga islam jawa, lupa bahwa mereka menjadi islam, memeluk agama islam, ayah ibu mereka muslim, mbah mbah buyut moyang mereka muslim, atas jasa Sunan- sunan dan wali di tanah jawa menggunakan cara-cara jawa. Bahkan para syeh dari tanah sebrang itu, sekarang tidak lagi kemudian bedakwah mengajak memeluk islam. Kebanyakan mereka menyampaikan materi ilmunya juga kepada orang-orang yang sudah islam. Lhoh…. Iya toh…..
Kembali ke si bapak tadi, maksud saya pimpinan grup sholawat dari Kabupaten semarang itu, dia mengatakan begini. Saya berkendara dari anyer sampai ke Jawa bagian timur sekali, masjid-masjid bernuansa jawa sudah tidak ada, dipinggir-pinggir jalan raya, semua masjid sudah sangat bagus, megah dan indah. Tapi ini masjid versi timur tengah. Bukan masjid-masjid versi jawa. Lho kita tinggal di jawa, bukan di timur tengah, apakah jawa akan di jadikan timur tengah, tidak kan?
Dan leih miris lagi, tidak ada satu masjidpun memiliki gamelan sebagai pendekatan sarana mengumpulkan jamaah. Kalah dengan gereja yang ada di semarang, seminggu tiga kali, remaja-remaja gereja dilatih gamelan. Wow……..
Yang tersisa di masjid-masjid kita tinggal beduk atau jidur. Ya. Paling banyak rebana dan itu jelas bukan dari kita sebagai budaya jawa asli. Iya kan?
Pertanyaannya adalah…… )tak sholat subuh sek ya….) begini, akankah kita sebagai orang jawa melihat dan menyaksikan ramalan joyoboyo, Bahwa aka nada mas dimana wong jowo gari separo, wong jawa ilang jawane, pasar ilang kumandange.
“Kata tetagga sebelah” Wong jawa gari separo....tinggal orangnya saja jawa, masih bahasa jawa, masih suka rawon,pecel dan sambel terasi...suluk kulo nuwun sudah hilang. Pakaian jarik kebaya yang pakai malah orang bali...otak dan hatinya sudah bukan jawa apa lagi budayanya... Jawa artinya tidak punya musuh kenyataanya rukun sama saudara sendiri aja tidak. Saling curiga iya...
Yang konon selalu diributkan kalau nggak uang ya agama. padahal agama itu sekedar peta dan aturan lalu-lintas menuju tuhan mau liwat manapun silahkan mau pakai nama tuhan yang manapun silahkan..
Bung Karno pernah berpidato.”kalau jadi hindu jangan jadi orang india, kalau jadi islam jangan jadi orang arab, kalau jadi kristen jangan jadi orang yahudi. tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini.
Artinya kita kehilangan jatidiri sebagai orang dengan tumpah darah di tanah jawa, menjadi manusia yang seperti kacang lupa kulit, mangan, turu, ngising, lahir, dolan, gedi di tanah jawa, sekolah pinter di tanah jawa, gurunya orang jawa, namun setelah itu lupa siapa kita, menjunjung tinggi budaya timur tengah. Aaaah Islamisasi Yes, Arabisasi No.
Salam seduluran.
Kendal 18 Juni 2016.

Ramadhan atau Ramangan ‪#‎asukluruk‬


Alhamdulillah, Sahur seadanya dan secukupnya. 14 Ramadhan 1437 Hijriah (19 Juni 2016)
Sungguh semrawut dan sulit fokus aku pagi ini, entah karena makan sahur yang sama sekali jauh dari standar gizi yang disarankan dokter atau karena hawa dingin yang muncul pasca hujan semalem. Atau mungkin karena tadi tendangan penalty Kristiano Ronaldo gagal menembus gawang Austria. Bola justeru mengenai tiang gawang sebelah kanan. 

Bisa juga karena kepanikan panjang yang terpaksa membuat aku merasakan hujan lebat dari sendang kulon sampai pombensin weleri, balik lagi sampai nokerto. Tanpa jas hujan hanya dengan kaos hitam kiai kanjeng.

Aaaah kemarin itu hari yang super sekali. Aku sedikit kurang nyaman (agak marah juga) sebenarnya terlalu jauh kalau dibilang marah. Enggak marah, hanya tidak nyaman sama sekali. Sedari pagi anakku diajak ke pasar weleri oleh simbahnya dan hingga jelang ashar belum pulang juga. Hujan mengguyur weleri sejak bakda dhuhur awal. Aku yang paning dirumah stress. Mondar mandir, kesana kemari tiap ada suara motor, berharap anakku pulang. Hingga akhirnya aku dan isteriku sepakat menyusul ke weleri.


Sampai akhirnya kami berpapasan dekat pom bensir timur, masih dalam guyuran hujan cukup lebat. Yaaaa takdir menggariskan bahwa hari ini kami harus begini. Bismillahi tawakaltu ‘alallooh.
Imsak pagi ini, aku menerima kabar bahwa Tambak Banyumas terjadi banjir. Tambah panik, tak bisa aku lanjutkan menulis. Speechless. Blank…… Pasrah Pad Mu Allah. Berfikir tentang saudara kami, sahabat kami, sawah kami. Semoga baik-baik saja. Amin.
(Kendal, 19/6/2016)

Cinta Butuh Paket Data. Update Statuslah…. #asukluruk


Dua hari ini, kurasan emosi begitu menyedot energy. Sabtu, sebagai manusia lumrah jika merasakan panic, was-was dan marah. Sebagai orang tua, ayah dari anak yang sudah jelas pasti sangat mencintai keluarga. Aku panic karena anakku diajak sama Simbah dan Budenya, belanja di pasar weleri. Dari jam 9.30 sampai jam 15.00 belum pulang. Sementara mereka tidak membawa Hp.
Dalam kepanikan, saya mondar-mandir saja dalam rumah, kedepan kebelakang, kekamar keluar kamar, muter-muter. Nongkrong di teras rumah, masuk kedalam, keluar lagi. Tiap ada suara motor Honda matik, harap-harap cemas semoga itu mereka pulang.
Isteriku menyuruhku tidur, semakin dia menyuruhku tenang, semakin aku ngomal-ngomel. Panic akut. Sampai jelang ashar , isteriku mengusulka untuk menyusul mereka. Langsung aku jawab, Sepakat. Tanpa piker panjang, hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek, dan setelah memasukan jas hujan, berangkatlah kami.
Belum jauh dari rumah, melihat keselatan, terlihat rona hujan lebat. Sepanjang jalan isteriku diam saja mendengarkan omelanku, pelepas kepanikan. Opo blanjane ntek rong milyar, ko di pasar sampai setengah hari. Apa blonjone akeh?
Perhitungane nek membeli baju satu baju cukup waktu 20 menit, lima menit pertama mengamati, memeriksa 15 menit selanjutnya nyang-nyangan dan membayar. Apa belanja baju banyak sekali?
Nek lunga ngejak anak mbok selain hari sabtu dan minggu, mengingat aku liburnya pada dua hari itu. Biar aku bisa banyak waktu bersama anakku. Walah…….
Saat mau masuk jalan utama sendang kulon, huja deras datang, kami berhenti dibawah pohon balinci, depan took kelontong samping kanan pertigaan itu. Isteri yang memakai. Dompet hp dan lainnya aku serahkan padanya.
Sepanjang perjalanan menuju weleri, aku dan isteri melihat-lihat sekelompok orang yang berteduh di kanan kiri jalan. Terutama di tempat-tempat umum. Siapa tau disitu ada motor yang dikendarai mereka. Tidak ada juga. Masuk ke pantura hujan semakin lebat. Aku meludah berulang kali, kekanan dan kekiri, kadang juga kebawah dan jatuh di badan motorku. Maklum orang puasa kan gitu, kalau kehujanan. Produksi air ludah meningkat dan mau menelan khawatir mengurangi kekhusukan berpuasa. Entahlah.
Setiap kali berpapasan dengan kendaraan isteriku tampak menyimak dan memperhatikan saksama. Masuk montong, mendekati pom bensin kami berpapasan dengan mereka. Alhamdulillah. Mereka belum tau kalau kami menyusul di belakang. Hingga kemudian lampu merah pertigaan sebelum weleri, aku berhenti tepat disamping mereka.
Aku diam isteriku yang bebicara dengan ibunya. Aku mendenga bahwa mereka tertahan hujan. Seorang bapak yang mengalami hal sama, tertahan hujan di weleri mengatakan bahwa hujan turun dari jam 12.30 siang, sampai sekarang  belum reda.  
Begitu masuk kecamatan rowosari, di Wonotenggang, hujan mereda. Masuk Sendang hujan sudah reda sama sekali. Alhamdulillah. Pakaian basah, ya sudahlah.
Intinya begini, manajemen waktu dan kalau bepergian bawalah hp. Supaya bisa SMS atau telpon. Komunikasi itu penting. Atau buat update status biar tau keadaan sekitar. Lha buat apa punya hp kalau fungsinya tidak digunakan sebagaimana mestinya?
Yah pengalaman ini, membuatku berpikir untuk sesering mungkin update status. Sehingga orang bisa mengetahui posisiku dan bagaimana situasainya. Itulah pentingnya Hp, paham?
Cinta itu butuh paket data. Ternyata…..
Salam seduluran.

Semarang, 20 Juni 2016.

Sabtu, 11 Juni 2016

Sholat Isya Yang Cemburu ? ‪#‎asukluruk‬


Alhamdulillah. Saur seadanya dan secukupnya. Saat duduk di teras depan rumah. Mengarahkan pandang ke mushola dan yang menarik pandang adalah seekor cicak merayap didinding barat pojok selatan beberapa jengkal dari lampu putih mushola. Entah apa yang sedang digagas cicak. mungkin dia bujangan sedang mikir gadis idaman. Atau dia jantan yang sedang mikir isterinya di rantau. Atau adalah orang tua sedang mikir keluarganya bahwa lebaran sebentar lagi.

Atau mungkin dia sedang sibuk mencari makan sahur untuk puasa hari ini. Aku hanya menduga dengan segala kemungkinan. Lima menit setelah imsyak. Si cicak masih disitu. Bahkan Kini sudah ada satu lagi. Cicak senasib atau tetangga. Atau pasangannya. Atau selingkuhannya. Atau juga bahkan anaknya.
Kumandang adzan di Mushola mengalun selayaknya. Cicak terdiam dan seperti sedang menyimak adzan. Atau mengincar nyamuk atau mahluk sejenis yang suka cahaya lampu mushola pojok baratdaya..
Doa adzan subuh selesai. Aku mengamininya. Saat muadzin mengucapkan Ya Arhamarohimin. Kulayangkan pandang ke langit. Bintang utara sebelah kubah terlihat ada 3 dan bintang selatan sebelah kubah ada 5. dan dua terlhat samar.
Sesamar aku berfikir. Tentang Sholat Isyak ku tadi malam bagaimana? Sementara taraweh dan tahajudnya sudah. Apakah sholat isyak tidak cemburu karena banyak yang mengejar traweh saja.
Aaaah sholat isya sudah dewasa bahkan tua untuk cemburu. Dia sudah diatas ikhlas. Sholat isyak ku I Love you better....
‪#‎waniperih‬

Kendal 11Juni 2016

AKHIR KISAH KUBAH TUA MUSHOLA ‪#‎asukluruk‬


Bintang –bintang langit yang kulirik sebentar pasti bintang yang kemarin aku lihat, namun dengan pengalaman dan kejadian yang berbeda tentunya. Seperti perbedaan takdir pada setiap diri mahluk yang Allah ciptakan.

Kubah lamat-lamat, kulihat. Bagus . hanya saja warnanya kusam termakan umur. Terik panas dan guyuran air hujan pesisir, membuatnya terlihat renta. Kubah dengan pucuk bulatan melingkari lafadz Allah. Yang aku rasa dia sebagai kubah disitu usianya tidak akan jauh lagi, yaa … selepas ramadhan paling lama, kubah itu akan dicopot dan diganti kubah baru.

Kubah seng atau aluminium itu, berada disana untuk pergi tinggal menunggu waktu. Kubah itu akan menjadi rongsokan untuk dijual ke pengepul tukang rosok. Ya kubah penanda bahwa itu baitullah, rumah Allah, tempat orang bersujud atau masjid, atau mushola. Berakhir menjadi barang rosokan.
Kubah dengan Lafadz Allah dipucuknya. Sebagai penanda bahwa itu tempat menyembah pasrah kepada Allah. Jika sudah terlalu tua, renta dan jelek, akan kembali menjadi barang tak berguna dan bersama rosok lain akan menyatu. Rosok apa saja. Entah itu rosok dari kipas angina rumah bordil, rosok dari monitor tempat karaoke, atau rosok dari lampu diskotik dan club night. Entahlah….. nasib kubah tua yang pasrah.

Kubah yang berjasa menjadi penanda. Kubah yang dulu kemilau indah kena cahaya surya. Dipuji karena bagusnya. Menjadi penyemangat keindahan mushola, kini renta dimakan usia. Aku memandangnya sepanjang tujuh hari saban bakda sahur. Sambil duduk di teras rumah. Sembari menikmati apa saja, selama sisa waktu boleh sahur menuju imsak dan subuh ramadhan.

 Aku memandangmu penuh cinta. Sepenuh cinta aku berusaha, atau sepenuh aku berusaha cinta. Seperti yang pernah mereka lakukan dulu. Dulu sekali, semasa mudamu, kubah yang akan segera terganti oleh kubah baru yang lebih muda fresh dan lebih mahal. bro... Takdir kita telah terukir.

Kendal 7 Ramadhan 1437 Hijriyah
Kyai Suwung.

Toa Yang Memaksa ‪#‎asukluruk‬


Alhamdulillah, makan sahur seadanya dan secukupnya. Hari ketujuh berpuasa. Seperti sebelumnya aku duduk di teras depan rumah. Kali ini menghadap keutara yang artinya aku melihat lorong samping rumah. Lorong sepanjang kurang lebih seratus meter. Terlihat remang.
Sementara kubah masjid terlihat lamat-lamat. Di bawah kubah ada dua lampu sudut kanan dan kiri serta satu speaker toa. Sedikit menghadap ke rumah kami. Kemudian saya paham kejadian semalam. Rupanya speaker masjid itu sedikit menghadap ke rumah kami. Ya memang pasnya begitu, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, harus begitu speaker nya biar pas posisinya. Menyesuaikan bentuk kubah biar pas.
Maka mau tidak mau biarpun sedikit tapi kami lah yang pasti mendapatkan jatah suara lebih banyak ketimbang yang lain ketika ada suara apa saja dari speaker itu. Entah adzan, entah qiroah, entah tadarus entah sholawatan, entah pengumuman, entah berita lelayu, entah panggilan rapat, entah lah….. Alhamdulillah.
Saya berfikir pasti mushola ini dibangun setelah adanya rumah ini, termasuk juga rumah tetangga. Maka siapa saja harus menyesuaikan dengan mushola. Keberadaanya sebagai poros tengah kampung kami. Kami hanya berusaha menyesuaikan, menyesuaikan dengan keadaan, toh suara keras qiroah dan tadarus itu hanya rutin saat malam hari di bulan yang konon suci. Bulan ramadhan.
Aku berfikir tentang itu, ya batasan waktu tadarus menggunakan speaker itu mestinya jam 10 malam. Melebihi itu sepertinya akan berimbas kepada kuping yang terlalu over mendengar suara keras. Meskipun itu kalimatullah. Jangan memaksakan apapun kepada orang meskipun itu kebaikan. Speaker itu memaksa. Memaksa sebagian manusia untuk mendengar. Apa sebagian kita juga baik karena terpaksa? Ya. Memaksa. PASTI.

Kendal 7 Ramadhan 1437 Hijriyah
12/06/2016